Rasululah Saw, sangat banyak
memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di antaranya ialah: Pertama,
bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin
Islam, kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis.
Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis.
Dalam tataran ini, beliau bersabda: “Tidak dibenarkan seorang muslim
menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya”
(H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok
kami” (H.R. Muslim). Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam
berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di
sebelah bawah dan barang baru di bagian atas.
Kedua, kesadaran tentang
signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak
hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang
diajarkan Bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi
kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial
kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material
semata, tetapi didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain
dengan menjual barang.
Ketiga, tidak melakukan sumpah
palsu. Nabi Muhammad saw sangat intens melarang para pelaku bisnis
melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis Dalam sebuah
hadis riwayat Bukhari, Nabi bersabda, “Dengan melakukan sumpah palsu,
barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah”. Dalam hadis
riwayat Abu Zar, Rasulullah saw mengancam dengan azab yang pedih bagi
orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah tidak akan
memperdulikannya nanti di hari kiamat (H.R. Muslim). Praktek sumpah
palsu dalam kegiatan bisnis saat ini sering dilakukan, karena dapat
meyakinkan pembeli, dan pada gilirannya meningkatkan daya beli atau
pemasaran. Namun, harus disadari, bahwa meskipun keuntungan yang
diperoleh berlimpah, tetapi hasilnya tidak berkah.
Keempat, ramah-tamah. Seorang
palaku bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis. Nabi
Muhammad Saw mengatakan, “Allah merahmati seseorang yang ramah dan
toleran dalam berbisnis” (H.R. Bukhari dan Tarmizi).
Kelima, tidak boleh berpura-pura
menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan
harga tersebut. Sabda Nabi Muhammad, “Janganlah kalian melakukan bisnis
najsya (seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk
menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar menarik
orang lain untuk membeli).
Keenam, tidak boleh menjelekkan
bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad Saw
bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud
untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq
‘alaih).
Ketujuh, tidak melakukan
ihtikar. Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa
tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan
keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku
bisnis semacam itu.
Kedelapan, takaran, ukuran dan
timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat
harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: “Celakalah bagi orang yang
curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain,
mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk
orang lain, mereka mengurangi” ( QS. 83: 112).
Kesembilan, Bisnis tidak boleh
menggangu kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah, “Orang yang tidak
dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan
shalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu,
hati dan penglihatan menjadi goncang”.
Kesepuluh, membayar upah sebelum
kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Berikanlah upah
kepada karyawan, sebelum kering keringatnya”. Hadist ini mengindikasikan
bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran upah harus
sesuai dengan kerja yang dilakuan.
Kesebelas, tidak monopoli. Salah
satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan
oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi (penguasaan)
individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah
dan kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu
tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan
kepada orang lain. Ini dilarang dalam Islam.
Keduabelas,
tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat)
yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial.
Misalnya, larangan melakukan bisnis senjata di saat terjadi chaos
(kekacauan) politik. Tidak boleh menjual barang halal, seperti anggur
kepada produsen minuman keras, karena ia diduga keras, mengolahnya
menjadi miras. Semua bentuk bisnis tersebut dilarang Islam karena dapat
merusak esensi hubungan sosial yang justru harus dijaga dan diperhatikan
secara cermat.
Ketigabelas, komoditi bisnis
yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram,
seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad Saw
bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi
dan “patung-patung” (H.R. Jabir).
Keempatbelas, bisnis dilakukan
dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang
batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di
antara kamu” (QS. 4: 29).
Kelimabelas, Segera melunasi
kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah memuji seorang muslim yang
memiliki perhatian serius dalam pelunasan hutangnya. Sabda Nabi Saw,
“Sebaik-baik kamu, adalah orang yang paling segera membayar hutangnya”
(H.R. Hakim).
Keenambelas, Memberi tenggang
waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu membayar. Sabda Nabi Saw,
“Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar hutang
atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah naunganNya
pada hari yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya” (H.R. Muslim).
Ketujuhbelas, bahwa bisnis yang
dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orang-orang yang
beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman (QS.
al-Baqarah:: 278) Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang
yang kesetanan (QS. 2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya
mengumumkan perang terhadap riba.
Demikianlah sebagian etika
bisnis dalam perspektif Islam yang sempat diramu dari sumber ajaran
Islam, baik yang bersumber dari al-Qur’an maupun Sunnah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar